Abuya Al Habib Hasan Baharun, atau lebih dikenal dengan Al Habib Hasan Baharun, bahkan beliau juga lebih akrab disebut dengan “Ustadz Hasan”, beliau lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934 dan beliau adalah merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda dan Ibunda Beliau yang bernama Al Habib Ahmad bin Husein dan Fathmah binti Ahmad Bachabazy.

silsilah dzahabiyah yang beliau miliki adalah adalah Al Habib Hasan Bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar bin hasan Baharun

Pada tahun 90an beliau lebih dikenal dengan sebutan “Abuya”, atapun Ustadz Hasan Baharun.

Beliau ada sosok visioner dan inovatif, inovatif karena pada saat beliau merintis pondok pesantren beliau mewajibkan para santri untuk menggunakan ghamis dan imamah dengan niat mengikuti sunnah nabi serta metode metode lainnya, visioner karena beliau pada saat itu membangun lembaga muadalah atau disebut dengan persamaan smp / mts dan sma / ms hingga perkuliahaan pada saat itu namanya adalah STAI DALWA, beliau berucap “Suatu Saat kita butuh Ijazah” ucap beliau, sebagaimana yang diceritakan oleh Ust Ismail Ayyub

pada saat ini STAI Dalwa, disebut dengan INI DALWA, institut agama Islam Darullughah Wadda’wah, perkulihaan yang didirikan saat ini hingga S2 dan S3.

Masa Kanak-kanak Habib Hasan Baharun .

kedisiplinan dan kesederhanaan Sejak kecil telah ditanamkan dengan baik dan penuh perhatian oleh kedua orang tua beliau sehingga ketika Habib Hasan bin Ahmad Baharun beranjak dewasa pendidikan orang tua beliau mengantarkan beliau tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan sifat yang terpuji.

Foto Kenangan Abuya Berdirinya Pesantren

Berdirinya Pesantren

Ma’had Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah atau lebih dikenal dengan Dalwa dan Pondok Dalwa, didirikan pada tahun 1981 di Bangil.

Sejarah Pendirian Pondok dan Perkembangannya Habib Hasan Baharun.

Ma’had Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah atau lebih dikenal dengan Dalwa dan Pondok Dalwa, didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Ust. Hasan Baharun mengasuh dan mendidik para santrinya yang dibantu oleh ust. Ahmad bin Husin Assegaf, sehingga beliau mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri berkembang dengan pesat.

Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 tempat pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.

Dengan jumlah santri yang terus berkembang serta tempat (rumah sewa) tidak dapat menampung jumlah santri, maka pada tahun 1985 Atas petunjuk Musyrif Ma’had Darullughah Wadda’wah Abuya Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani Mekkah, Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah dipindah ke ke sebuah desa yang masih jarang penduduknya dan belum ada sarana listrik, tepatnya di Desa Raci, Kecamatan Bangil. Jumlah santri pada waktu itu sebanyak 186 orang santri yang terdiri dari 142 orang santri putra dan 48 orang santri putri.

Setelah Ustadz Hasan bin Ahmad Baharun wafat pada 8 Shafar 1420 H atau 23 Mei 1999, pondok ini kemudian diasuh oleh salah satu anaknya, yakni Habib Zain bin Hasan bin Ahmad Baharun yang merupakan murid asuhan Almarhum Abuya Habib Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Abbas al-Maliki.

Hingga saat ini lahan yang ada telah mencapai kurang lebih 4 Ha dan telah hampir terisi penuh oleh bangunan sarana pendidikan dan asrama santri dengan jumlah santri sekitar 1500 yang berasal dari 30 propinsi di Indonesia, negara-negara Asia Tenggara dan Saudi Arabia. Santri-santri dibina oleh tidak kurang 100 orang guru dengan lulusan/alumni dalam dan luar negeri. Ditambah dengan pembantu yang diikutkan belajar sebanyak sekitar 95 orang.

Sifat-Sifat & Kisah-Kisah

Keteladanan Abuya Al Habib Ust. Hasan Baharun

Ma’had Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah atau lebih dikenal dengan Dalwa dan Pondok Dalwa, didirikan pada tahun 1981 di Bangil.

Sifat-Sifat & Kisah-Kisah Keteladanan Abuya Al Habib Ust. Hasan Baharun

Beberapa sifat yang menonjol Ust. Hasan yang sudah sangat makruf di kalangan santri, dan guru-guru, kalangan habaib dan masyarakat yang sering berkomunikasi dengan beliau sebagai seorang figur ulama sebagai pewaris nabi betul-betul beliau mewarisi sifat-sifat sikap dan perjuangan Datuknya Al-Musthofa Nabi Muhammad SAW. Dan Agar kita lebih jelas akan dipaparkan sifat-sifat tersebut serta contoh-contoh sebagian peristiwa serta kehidupan beliau sehingga kita dapat meniru sifat dan sikap keteladanan beliau yang juga senantiasa ditanamkan bagi santri-santrinya adalah sebagai berikut ;

Sabar

Adapun salah satu sifat yang menonjol pada diri beliau adalah sifat sabar. Kesabaran Ust Hasan sangat dikenal oleh semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenal beliau, Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun: “Hasan itu sangat sabar, kalau saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut.“ Begitu menurut penuturan Hb. Ahmad Baharun pada waktu Ust. Hasan menghadap ilahi.

Kesabaran beliau sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok. Ust. Hasan dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan mengganggu pondok justru mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan beliau tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.

Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa orang sebanyak 2-3 truk untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun beliau malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW.

Beliau juga dikenal sebagai pribadi yang tidak gampang marah jika berkaitan dengan pribadinya sendiri, pernah beliau tersiram air bekas cuci piring oleh seorang anak santri ketika beliau hendak pergi ke kantornya namun beliau tidak marah, pulang kerumahnya untuk menukar bajunya dengan yang kering, padahal sang santri sudah gemetaran menahan takut.

Pernah juga saat beliau hendak berangkat khotbah jum’at, dengan gamisny yang baru, saat beliau keluar pintu sampin tau-tau bersamaan dengan seorang pembantu yang sedang membuang air bekas cucian, maka mengenalah ke gamis ustadz Hasan, namun beliau tidak marah, tanpa bicara atau menegor si pembantu beliau masuk dan menganti gamis yang baru.

Adapun cerita-cerita tentang kesabaran Ust Hasan masih banyak sekali yang belum dapat untuk diungkapkan disini.

Istiqomah

Sifat Istiqomah Ust Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari sifat tersebut tercermin pada aktifitas beliau sehari-hari karena beliau bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ust. Hasan tepat pada pukul 02. 00 ( tidak boleh lebih atau kurang ).

Suatu ketika beliau datang dari Makkah / Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa beliau dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar beliau tidak terlambat bangun beliau berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja beliau masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ust. Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan beliau dalam menjaga keistiqomahan tersebut.

Tawakkal

Abuya Ust. Hasan mempunyai jiwa tawakkal yang luar biasa sebagai suatu gambaran dari sifat ketawakkalan beliau adalah bahwa ketika beliau mempunyai rencana untuk membangun gedung asrama santri berlantai tiga pada waktu awal-awal terjadinya krisis moneter dengan dana awal sekitar lima juta rupiah dan ketika sahabat beliau datang ke maktab mengungkapkan rencana tersebut barangkali bisa membantu, namun orang tersebut justru bertanya dengan nada terheran-heran: “Ya Ustadz, bagaimana dengan dana yang sedikit itu antum akan membangun bangunan sebesar itu? Apalagi sekarang Indonesia dalam krisis moneter!” Kemudian apa kata beliau, “Ya Ustadz, yang krisis itu kan Indonesia, negara lain khan tidak! Apalagi Allah, apakah Allah kenal krisis moneter?”

Sebuah umpan balik dan argumen yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, “Kalau kita punya rencana maka kita jangan sekali-kali mengukur dengan kemampuan kita, apabila kita mengukur dengan kemampuan kita maka hasilnyapun Allah akan Memberikan sesuai dengan kemampuan kita, tetapi apabila kita mengukur dengan kemampuan Allah maka kemampunnya tiada terbatas dan yakinlah bahwa selama kita berniat memperjuangkan Agama Allah bahwa Allah itu akan menolong kita,” Inilah diplomasi yang menggambarkan betapa tingginya tingkat ketawakkalan beliau.

Bahkan apabila mau membangun beliau justru menghabiskan segala uang yang tersisa dan membagikan kepada fakir miskin sebagi pancingan datangnya rahmat dan pemberian Allah dan beliau mengibaratkan orang mancing maka apabila pancing dan umpannya besar maka akan memperoleh ikan yang besar pula. Hal ini sering diungkapkan pula ketika ada panitia pembangunan masjid dan Lembaga Pendidikan Islam bahwa apabila berniat ingin membangun maka disarankan tidak perlu khawatir pembangunan tersebut tidak selesai dan menyuruhnya membongkar/ memulai pembangunan tersebut tanpa menunggu terkumpulnya dana untuk pembangunan karena menurut beliau bahwa pembangunan masjid dan LPI tersebut merupakan proyek Allah SWT. dan Insya-Allah pasti selesai tinggal menata niat panitia serta berusaha semaksimal mungkin sebagai sunnatullah dan harus disertai dengan banyak berdo’a.” Begitulah saran-saran beliau kepada para takmir dan panitia yang datang minta saran dan sumbangan kepada beliau.

Kedermawan.

Kedermawanan yang ada pada beliau tumbuh dan berkembang sejak beliau masih muda karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh abah (ayah) dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumya sehingga beliau tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial terutama memiliki kepedulian kepada para fakir-miskin dan anak yatim. Bentuk kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan beliau membagikan hadiah pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili beliau yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu. Juga khitanan masal yang sering beliau adakan.

Pernah suatu saat, datang tamu dari jawa tengah dan kebetulan yang menemani dan melayani beliau pada saat itu Ustadz As’ad. Ketika tamunya pamit untuk pulang beliau bersalaman sambil memberikan amplop berisi uang sebagai hadiah. Dari ikhlasnya beliau amplop tersebut dikasihkan/dihadiahkan ke Ustadz As’ad tanpa melihat jumlah uang di amplop tersebut.

Begitu juga bila ada seorang santri yang akan pulang, beliau sering memberi uang untuk ongkos pulang.

Ikhlas

Sebagaimana sering diungkapkan oleh beliau dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian beliau yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok. Sebagai sebuah bukti dari keikhlasan beliau ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan beliau tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum beliau wafat.

Demikian pula beliau dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan beliau tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena beliau berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.

Tawadlu’

Adapun cerita tentang ketawaddu’an sang Murobbi Al Ustad Hasan Baharun maka bagaikan sumur yang tidak akan surut walaupun ditimba setiap hari,setiap santri yang pernah hidup bersama beliau pasti punya cerita tersendiri.saya akan menceritakan beberapa diantaranya.

Yang umum dan diketahui oleh semua santri adalah bahwa beliau selalu menyediakan waktu untuk makan bersama anak santri baik itu makan siang maupun malam hari,beliau duduk dilantai bersama santri makan dengan nasi dan lauk yang sama, sama sekali tidak ada perbedaan, walaupun tetap anak-anak akan menjaga adab dan sopan santun kepada beliau.

Walaupun beliau sebagai ulama besar yang dihormati dan disegani, baik di dalam maupun di luar negeri, dan kebesaran beliau diakui oleh Sayyid Muhammad sehingga pada saat beliau datang ke Mekkah di majlis ta’lim Sayyid Muhammad diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan / taujihat pada jamaah haji dan para ulama sedunia yang berkumpul di majlis tersebut, dan juga dalam acara haul Nabiyullah Nuh AS di Yaman beliau senantiasa mengelak ketika diminta untuk memberikan sambutan, tetapi pada kunjungan yang terakhir beliau mau memberikan sambutan namun tetap dengan sikap tawadlu’ beliau mengatakan bahwa tidak bermaksud memberikan nasehat kepada yang hadir yang kebanyakan terdiri dari para ulama dan auliya’, tetapi nasehat tersebut ditujukan untuk santri-santri beliau yang belajar di sana.

Beliau senantiasa menunjukkan sikap tawadlu’ dalam kehidupan sehari-hari dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah orang besar. Siapapun tamu yang datang dilayani dengan ramah bahkan apabila menyajikan makanan beliau sering mengangkat sendiri sajian makanan dari dapur dan menyuguhkannya kepada para tamu. Diantara hal yang menunjukkan sikap dan sifat tawadlu’nya tersebut dengan senantiasa memanjatkan do’a agar beliau dan putra-putra serta murid-muridnya dijadikan orang-orang yang memiliki kebesaran tetapi tersembunyi (minal masturiin).

Bahkan saat seorang santri dalam kesempatan latihan Muhadoroh ada yang berdo’a; semoga kita dijadikan orang alim seperti ustadz Hasan Baharun, lalu dalam penutup/taujihat Beliau berkata; “wahai santri-santriku bila kalian berdo’a jagan memohon agar menjadi alim seperti diriku tetapi berdo’alah agar menjadi orang yang alim lebih alim dari ku, karena aku sendiri kalau berdo’a memohoin agar kalian menjadi lebih alim dari diriku, aku ini tidak alim”. Itu apa yang disampaikan oleh beliau.

Beliau pernah marah saat latihan Muhadoroh yang disebabkan ada seorang santri yang membawa pembuka kata untuk memuji ustadz Hasan dengan kata-kata; almuhtarom al allamah dan lain sebagainya, lalu pada akhir kesempatan/taujihat beliau marah dengan kalimat; “kalau kalian menghormatiku maka ta’ati aku, jangan sekali-kali memanggil namaku dengan tambahan apapun, cukup ustadz Hasan aja tidak usah ditambah sifat lain”.

Satu lagi yang sangat mulia dari sikap beliau sebagai sorang Murobbi sejati. Beliau pada masa awal pondok beliau kalau mengajar di kelas membawa 2 gelas besar yang berisi kopi panas, di tengah-tengah beliau mengajar, beliau minum sedikit kopi di 2 gelas tersebut, lalu beliau mempersilahkan semua santri meminumnya sedikit-sedikit, yang pada akhirnya ustadz Hasan meminumnya kembali sisa kopi tersebut. Hal ini dilakukan hampir setiap hari, alangkah beruntung santri-santri yang dapat meraih barokah langsung dari sisa minuman sang guru yang banyak mengandung MADAD ILAHI.

Kesederhanaan

Apabila orang bertemu dengan Ust. Hasan Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal beliau maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ust Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena beliau memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-biasa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rida, juga cukup dengan sandal jepit walaupun keluar kota, kecuali apabila beliau akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majlis pertemuan yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka beliau akan berpakain lengkap dengan jubah kebesarannnya.

Selain kesederhanaan dalam berpakaian beliau juga memiliki kesederhanaan dalam pola kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepada beliau ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah beliau yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudah menjadi pilihan beliau yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.

Bahkan pada saat awal pindah di raci, pondok sudah berdiri dengan megah, besar dan bagus tetapi beliau sendiri masih tinggal disebuah rumah kontrakan di bangil.

Keberanian

pernah suatu saat beliau melakukan perjalanan dengan mengendarai bis umum dia mendapatkan laki-laki yang menggoda wanita yang bukan mahromnya bahkan sampai dipangkunya maka ditegurlah dia tapi dia malah marah-marah, mencaci maki dan mengajak berkelai, tapi ustadz sabar dan diam tidak menjawab tidak ingin ribut sehingga mengganggu orang yang di bis, dan tatkala orang tersebut turun dahulu maka ustadz pun turun untuk menuruti tantanganya tapi orang tersebut langsung takut dan kabur seketika.

Wara’

Beliau sering mendapat jadwal khutbah di masjid Jami’ Bangil, baik khutbah Jum’ah maupun hari raya. Dan setiap beliau diberi uang dari takmir karena khutbahnya tersebut beliaupun langsung memasukkan uang tersebut ke kotak amal yang ada di masjid tersebut.

Kisah yang lain yang menunjukkan kewaspadaan dan kehati-hatian beliau adalah pada saat beliau memiliki sepeda motor dengan patungan (membeli dengan biaya dari 2 orang), bila ada yang mau pinjam beliau selalu menyuruh terlebih dahulu untuk ijin kepada yang barhak satunya (Ust. Nasihin).

Kegigihan

Al-Habib Ahmad Bin Hadi Al-Hamid pernah melihat beliau yang sedang naik sepeda engkol yg biasa ia pakai utk pulang pergi ke pondok: lihatlah dia! Akan datang kepadanya pahala yang banyak ketika dikuburanya nanti
Pernah suatu saat beliau akan pulang dari raci ke rumah kontrakannya di bangil, Ternyata tidak ada mobil pondok, beliau mencoba menunggu angkot tapi karena udah malam angkot tidak ada, akhirnya beliau pinjam sepeda pancal (sepeda ontel), beliau pulang dengan sepeda membawa seorang putranya, namun sebelum subuh beliau sudah berada di raci lagi untuk sholat berjama’ah dengan para santri.
Pernah salah satu Kiyai yang pernah belajar dengan beliau di Gondanglegi (Malang) mengatakan: Aku tidak heran dengan pesatnya kemajuan pondok beliau karena tatkala aku mondok di Gondanglegi aku lihat sendiri bagaimana mujahadahnya, dia dengan telaten membawa senter membangunkan anak-anak dari kamar ke kamar, kadang-kadang anak-anak kamar yg sebelumnya sudah dibangunkan kembali tidur beliaupun dengan sabarnya membangunkanya kembali
Ustadz Hasan kadang-kadang masuk ke kamar-kamar santri dan memperhatikan keadaan santrinya satu persatu. Apabila ada kasur yang sepreinya kurang rapi ditertibkan oleh beliau. Begitu juga beliau ikut mengawasi santri yang tidak memakai celana panjang pada waktu tidur. Karena hal ini sudah jadi aturan pondok.

Sifat dan Karakter Beliau

Disiplin dalam Mengajar

Ustadz Hasan sangat memperhatikan kedisiplinan asatidz dalam waktu mengajar. Pernah salah seorang ustadz terlambat ngajar, beliau menggantikannya dan mengajar di kelas ustadz tersebut. Pada saat ustadznya melihat kelasnya sudah diajar oleh Ustadz Hasan, beliau malu dan tidak berani masuk kelas. Setelah selesai ustadz tersebut dipanggil dan dinasihati di depan muridnya.

Ketepatan dalam Janji dan membayar hutang

Diantara hal yang sangat dijaga beliau adalah ketepatan waktu dalam janji dan membayar hutang. Pernah beliau meminjam uang ke Ammi Nahsr Pasuruan sebesar Rp. 30.000.000,-, dan pada saat jatuh tempo beliau berusaha untuk membayar walaupun beliau masih butuh atau harus dengan berhutang ke orang lain. Saat itu sore hari dibayar hutang tesebut dengan sejumlah hutangnya, namun malam harinya beliau datang lagi ke Ammi Nashr untuk hutang lagi.

Kecerdasan Sikap

Pernah pada saat pondok membutuhkan pasir untuk bangunan pondok, beliau mendatangi ke penjual pasir dan bilang akan hutang pasir 1 pickup. Karena dirasa tidak terlalu banyak maka oleh penjual pasir teresbut dihadiahkan pasir 1 pickup tersebut, kemudian Ustadz Hasan bilang : “Baik 1 pickup ini saya terima, tapi saya tetap hutang pasir dan nanti akan kami bayar.”


Suatu ketika pernah beliau dalam suatu perjalanannya mampir di kota Samarinda, kemudian bertamulah beliau di rumah salah seorang habib yang beliau kenal, selang beberapa saat setelah disambut oleh sahibul bayt, sang empunya rumah memohon diri kepada beliau masuk ke dalam rumah untuk suatu hajat, maka tinggallah beliau sendirian di ruang tamu, dan selang beberapa lama tiba-tiba masuklah seseorang yang rupanya sering bertamu kepada sang habib yang punya rumah tersebut, maka mulailah sang tamu itu berbasa basi menanyakan sesuatu kepada ustad Hasan,

“Dari mana pak?”
“Saya dari Bangil” jawab ustad Hasan
“Ohh…dari Bangil yah……kata orang tersebut,
“Saya ada kenal dengan satu ustad dari Bangil,” lanjut orang tersebut setelah terdiam sejenak.
“Oh ya ,siapa namanya? tanya ustad Hasan.
“Namanya Ustad Hasan Baharun” jawab orang tersebut.
Ustad Hasan agak terkejut mendengar namanya disebutkan, namun beliau tidak menunjukkan keterkejutannya.
“Bapak kenal dengan Ustad Hasan?” lanjut si tamu tadi.
“Oh iya saya kenal” jawab ustad Hasan tersenyum.
“Tolong sampaikan salam dari saya kalau nanti bapak pulang ke Bangil” katanya.
“Insya Allah” jawab Ustad Hasan.
Demikianlah akhlaq dari seorang usatad Hasan beliau tidak mau mempermalukan orang lain.

Membalas Keburukan dengan Kebaikan

Suatu saat beliau sambang ke rumah orang tuanya di Madura, di sana dapat berita dari Hb. Abdurrahman Al Hasni bahwa ada seorang warga yang menyebarkan berita tidak baik tentang Ustadz Hasan. Kemudian beliau pergi ke pasar bersama putranya (Ustadz Segaf Baharun) dan beli kue yang istimewa “Khong Ghuan” dan langsung mencari rumah orang tersebut dan menghadiahkan kue tersebut. Terkejutlah tuan rumah dengan kedatangan beliau, dan semenjak itu dia sangat simpatik kepada Ustadz Hasan.

Saling Bahu Membahu

Bila di kampung ada kewajiban Siskamling, maka beliau juga ikut Siskamling, bila ada yang meninggal dan kebetulan orang miskin, maka beliau yang sibuk dan mempersiapkan kebutuhan kafan dan lain sebagainya.

Bila di pondok ada kegiatan pembangunan yang menggunakan tenaga santri atau orang banyak, maka beliau dengan gamisnya juga ikut angkat air di kedua tangannya, bahkan beliau juga ikut memanggul sak semen, sehingga gamis dan badan beliau kotor, minimal beliau ikut kepanasan di lokasi bangunan.

P. Kesaksian dan Komentar-komentar Ulama’, Tokoh Masyarakat dan Dewan Guru tentang Ust. Hasan Baharun

Kesaksian Para Ulama, Pejabat dan tokoh masyarakat tentang utadz Hasan Baharun antara Lain adalah sebagai berikut:

Perjalanan dan Konsep Dakwah Habib Hasan Baharun .

Perjalanan dan Konsep Dakwah Habib Hasan Baharun .

ketika tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak untuk berda’wah, beliau mulai mengenalkan dakwah beliau, mengajak kepada kebaikan, mengajarkan wudhu dan sholat, keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa semua hal tersebut dijalanin dengan penuh kesabaran dan ketabahan, semuanya di jalalin dengan penuh hikmah

Perjalanan dan Konsep Dakwah Habib Hasan Baharun .

Setelah beliau menyelesaikan sekolah, beliau sering kali menemani ayah beliau berangkat ke Masalembu untuk berda’wah sembari membawa barang barang untuk berniaga. Keluarga Ustadz Hasan bin Ahmad Baharun pada saat itu sangat dikenal ramah dan selalu membantu, apabila ada orang yang tidak mampu membayar hutangnya maka beliau meminta orang tersebut untuk membayar semampunya bahkan dibebaskan.

Sifat-sifat mulia dan agung inilah yang diwarisi beliau, hingga beliau dikenal sebagai sosok yang apabila berdagang, beliau tidak pernah mendapatkan keuntungan yang utuh, karena beliau selalu senantiasa membebaskan hutang hutang orang-orang yang tidak mampu membayarnya.

Selain sebagai sarana memenuhi kebutuhan hidup, perniagaan yang ustadz hasan lakukan juga dijadikan sebagai sarana pendekatan berda’wah kepada masyarakat, beliau dikenal suka membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi di masyarakat serta senantiasa berusaha mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.

Sifat sifat baik keluarga Ustadz Hasan inilah yang diwarisi oleh beliau sehingga diri beliau dikenal sebagai “Pedagang yang tidak sukses” karena tidak pernah membawa keuntungan, kedermawanan dan belas kasih Habib Hasan Baharun kepada orang orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang. Hal itu dikarenakan beliau sering membebaskan orang yang tidak mampu membayar hutangnya. Bahkan, keuntungan yang diperolehnya kerap diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu.

ketika tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak untuk berda’wah, beliau mulai mengenalkan dakwah beliau, mengajak kepada kebaikan, mengajarkan wudhu dan sholat, keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa semua hal tersebut dijalanin dengan penuh kesabaran dan ketabahan, semuanya di jalalin dengan penuh hikmah, beliau tidak menganggap hal tersebut menjadi rintangan, beliau jalani dengan rasa syukur dan hikmah, tidak heran berkah ketabahan dan keteladanan beliau, nama beliau sangat di kenal di Pontianak dan beliau sebagai sosok teladan dan rujukan, hingga di antara santri yang terbanyak berasal dari pontianak, karena kepercayaan para wali murid kepada beliau, beliau mengajarkan dan menyajikan bukan hanya tentang materi ilmu agama namun juga hikmah dan keteladanan yang disaksikan langsung oleh para wali murid dan alumni. Pernah suatu saat tatkala beliau mau ingin turun dari perahunya beliau tiba tiba terjatuh dan terperosok ke rawa-rawa yang penuh dengan duri maka dengan sabarnya ia mencabut sendiri duri-duri yang menancap kakinya, Dengan penuh kearifan dan bijaksana beliau memperkenalkan dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang beliau lakukan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya. Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah beliau senantiasa bersilaturahmi terlebih dahulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setempat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.

Pada waktu melakukan dakwah beliau senantiasa membawa seperangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/Sound System) yang mana pada saat itu memang masih langka di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat/mengundangnya untuk mencari sewaan pengeras suara. Dan tak lupa pula beliau membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan dan perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalang-halangi masuknya hidayah Allah SWT, sedangkan pahala dakwah yang beliau lakukan belum tentu diterima Allah SWT.

Berdagang yang beliau lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya. Selain itu pula beliau mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang beliau lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga apabila mereka sudah berkumpul sambil menunggu cuci cetak selesai waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama., dan biasanya beliau menentukan waktunya dekat2 waktu solat sehingga ketika berkumpul mereka diajak untuk solat

Selain berdakwah beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan melakukan demonstrasi besar-besaran apabila beliau tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari ibundanya, beliau pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa saja. Namun karena kegigihan beliau selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1972 beliau mengajar di sebuah Pondok Pesantren di desa Ganjaran Gondanglegi Malang guna mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok tersebut pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.

Selanjutnya beliau pindah dan mengabdikan diri di Pondok Pesantren Al Khairiyah Bondowoso bersama Ustaz Abdullah Abdun dan Habib Husein al-Habsyi. Sehingga beliau diminta oleh Habib Husein al-Habsyi untuk mengajar di Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) yang baru dirintisnya. Pada waktu beliau mengajar di YAPI beliau dikenal sangat disiplin dalam mengajar dan mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pesantren, sehingga beliau mendapat kepercayaan menjadi tangan kanan Habib Husein al-Habsyi. Selama beliau mengajar di Pondok YAPI masyarakat Bangil tidak tahu bahwa beliau adalah ahli pidato (seorang orator) karena Habib Husein al-Habsyi melarangnya untuk melakukan dakwah dan menerima kursus Bahasa Arab. Adapun karya besar beliau pada saat mengajar di YAPI, beliau sempat mengarang kamus Bahasa Arab yaitu Bahasa Dunia ‘Ashriyah dan kitab percakapan Bahasa Arab (Muhawaroh Jilid I, II) yang pada saat ini banyak dipakai di berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.

Selain mengajar di tempat yang telah disebut di atas, beliau juga pernah mengajar di berbagai pondok pesantren diantaranya: Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Salafiyah asy-Syafi’iyah Asembagus Situbondo, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan lain-lain. Pada waktu cuti pondok pesantren, beliau gunakan waktunya untuk menyebarkan dan mengembangkan Bahasa Arab ke berbagai pondok pesantren, baik di Jawa Timur atau di Jawa Tengah.

Dari hubungan yang harmonis dengan berbagai pondok pesantren inilah yang memudahkan Habib Hasan bin Ahmad Baharun mendirikan pesantren tepatnya tahun 1982. Awalnya ada 6 orang santri yang belajar di rumah sewa di Kota Bangil, Kabupaten Pasuruan.

sumber hilya.id

Konsep Dakwah Habib Hasan Baharun .

Perjalanan dan Konsep Dakwah Habib Hasan Baharun .

ketika tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak untuk berda’wah, beliau mulai mengenalkan dakwah beliau, mengajak kepada kebaikan, mengajarkan wudhu dan sholat, keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa semua hal tersebut dijalanin dengan penuh kesabaran dan ketabahan, semuanya di jalalin dengan penuh hikmah

Foto Kenangan Abuya Habib Hasan Baharun

Perhatian Beliau terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab .

Perhatian Beliau terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab.

Beliau selalu menasehati kepada santri-santrinya untuk selalu berbicara bahasa arab dengan niat mengikuti (ittiba’) dan meneruskan bahasa yang keluar dari mulut Nabi Muhammad SAW. Karena bahasa arab adalah bahasa Al-Qur’an yang suci dan bahasa ahli surga dan bahasanya nabi muhammad SAW.

Perhatian Beliau terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab

Ust. Hasan Baharun mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan pengembangan Bahasa Arab. Selain Beliau banyak mengarang kita-kitab yang berhubungan dengan Bahasa Arab seperti Kamus Bahasa Dunia Al ‘Ashriyyah, Muhawarah Jilid I dan II, Qawa’idul I’rab, Kalimatul Asma’ Al Yaumiyyah dan Kalimatul Af’al Al Yaumiyyah, 40 Kaidah-kaidah Nahwu (Pengantar Ilmu Nahwu) serta beliau mewajibkan seluruh santri dan para guru untuk senantiasa menggunakan Bahasa Arab.

Ia selalu menasehati kepada santri-santrinya untuk selalu berbicara bahasa arab dengan niat mengikuti (ittiba’) dan meneruskan bahasa yang keluar dari mulut Nabi Muhammad SAW. Karena bahasa arab adalah bahasa Al-Qur’an yang suci dan bahasa ahli surga dan bahasanya nabi muhammad SAW. Semangatnya dalam mensyiarkan bahasa Arab tertanam sejak berusia muda. Ia selalu berpindah-pindah dari pesantren ke pesantren lain, dari madrasah ke madrasah lain. Beliau selalu memperkenalkan kepada para pelajar cara belajar bahasa arab dengan mudah dan gampang di mengerti serta di pahami terutama bagi para pemula.

Dalam pengajaran nya beliau selalu memperkenalkan yang pertama kali adalah: isim, fiil dan huruf. Beliau selalu berkata,” Bahwa bahasa arab tidak keluar dari tiga unsur diatas, itu semua dilakukan agar orang-orang gemar dan tidak merasa sulit dalam belajar bahasa Arab.”

Disamping mengembangkan Bahasa Arab di pondok pesantren beliau sendiri, juga mengajar secara rutin di beberapa pondok pesantren, seperti di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Sukorejo Situbondo, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan di beberapa pondok pesantren lainnya mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah.

Beliau selalu memperkenalkan kepada para pelajar cara belajar bahasa arab dengan mudah dan gampang di mengerti serta di pahami terutama bagi para pemula. .

Beliau selalu memperkenalkan kepada para pelajar cara belajar bahasa arab dengan mudah dan gampang di mengerti serta di pahami terutama bagi para pemula..

Dalam pengajaran nya beliau selalu memperkenalkan yang pertama kali adalah: isim, fiil dan huruf. Beliau selalu berkata,” Bahwa bahasa arab tidak keluar dari tiga unsur diatas, itu semua dilakukan agar orang-orang gemar dan tidak merasa sulit dalam belajar bahasa Arab.”

Adapun bentuk perhatian beliau terhadap Bahasa Arab antara Lain

Beliau sering mengisi seminar-seminar di berbagai perguruan tinggi dan pondok pesantren serta berbagai lembaga pendidikan untuk menjelaskan pentingnya Bahasa Arab.
Mengirim beberapa guru dan santri untuk mengajar khusus Bahasa Arab di beberapa lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
Menerima dan mengadakan kursus Bahasa Arab secara gratis di Pondok Pesantren Darullughah yang terbuka untuk umum serta beliau menangani sendiri setiap ada rombongan kursus dari pondok-pondok dan perguruan tinggi.
Senantiasa memberikan motivasi kepada para ulama/kyai untuk membiasakan berbahasa Arab. Dan menyarankan agar mewajibkan santrinya berbahasa Arab.
Senantiasa menyuruh guru-guru untuk mengarang hal-hal yang berhubungan dengan bahasa Arab.
Mengawasi guru-guru agar menerangkan pelajaran dengan bahasa Arab dan menegurnya apabila diketahui menjelaskan pelajaran di kelas dengan menggunakan bahasa selainnya.

Beberapa bulan sebelum beliau wafat sering mengungkapkan cita-cita besar beliau yaitu ingin membuat organisasi yang dapat menyatukan Ummat Islam. Karena beliau berpendapat bahwa dengan persatuan Ummat Islam banyak hal yang bisa dilakukan. Bahkan ketika ada pertemuan Ulama di Jakarta dan beliau berhalangan hadir beliau menitip surat kepada Ust Qosim Baharun yang mewakilinya untuk membacakan surat tersebut sebagai usulan dari beliau yaitu agar para ulama menggagas Organisasi Persatuan Habaib, Ulama, Kiyai, Santri dan para simpatisan dalam ikatan satu wadah non politik yang tujuannya murni untuk kepentingan Ummat Islam. Bahkan beliau berjanji sanggup meninggalkan pondok dan menyerahkan urusan pondok kepada putranya Al-Habib Zain Baharun sedangkan beliau sendiri ingin bersilaturrrahmi ke para Ulama di seluruh nusantara untuk mensosialisasikan ide besar dan mulia tersebut.

Sekilas Menjelang Wafat

Pada saat hari kewafatannya (Hari Senin), beliau menerima tamu Hb. Abdurrahman Bahlega Assegaf Pasuruan, Beliau panjang lebar menyampaikan tentang perpecahan umat yang terjadi pada saat itu, beliaupun menyampaikan keinginan untuk membuat -wadah- persatuan Ulama’ dan Habaib.

Setelah tamu tersebut pulang, beliau memanggil munzirin dan minta pijat, beliau membuka gamis dan tidur menghadap kiblat dan mulai dipijat, beliau berpesan kalau meninggal nanti kamu jangan keluar dari pondok, nanti yang menggantikan saya anakku Zain. Tidak lama kemudian beliau menyempatkan menelepon seseorang. Kemudian menuang kopi susu, diminum sebagian dan sisanya dikasihkan munzirin, setelah itu membelah apel jadi dua, yang separoh dikasihkan padanya dan separonya dikasihkan Sy. Abdul Mutholib Al Qadri. Kemudian beliau kembali ke posisi semula dan dipijat lagi oleh Munzirin. Beliau berpesan lagi kalau meninggal Munzirin jangan keluar dari pondok seperti pesan di atas.

Keadaan Habib Hasan Baharun Ketika Wafat

Saat itu beliau tidur menghadap kiblat, beberapa saat dipijat tiba-tiba beliau seperti terjatuh tanpa menggerakkan kakinya. Munzirin bingung dan berusaha membangunkannya, namun beliau tetap diam. Dengan cepat munzirin menghubungi Hb. Zain memakai handphone. Datanglah Hb. Zain. H. Segaf dan Ustadz. Ismail. Hb. Zain memanggil Misnu dengan mengendarai mobil krista dan dilarikan ke RSI Masyithoh di Bangil.

Sampai di sana, diperiksa oleh dokter, dan dokter tersebut diam tidak berani memberikan keputusan, kemudian memanggil dokter lain dan diperiksa lagi. Dokter tersebut menyampaikan kalau Ustadz Hasan sudah tiada, maka Ust. Zain, Ust. Segaf dan Ismail tidak sadarkan diri. Munzirin memanggil Misnu yang menunggu diluar untuk membantu mengangkat jenazah beliau ke Ambulance. Para pegunjung RSI Masyithoh yang kenal ikut ramai dan beritanya pun menyebar.

Karya Tulis Habib Hasan bin Ahmad Baharun

Dalam waktu yang sangat padat dengan segala kesibukan mengajar dan berda’wah serta mengurus santri-santrinya siang malam ternyata beliau masih menyempatkan diri untuk menulis, bahkan ketika sakit pun beliau sempatkan untuk menulis beberapa buku/kitab, antara lain :

  1. Kamus Bahasa Dunia / Majmu’aat Ashriyah
  2. Percakapan Bahasa Arab / Almuhawarotul Haditsah Jilid I dan Jilid II. (dilengkapi dengan Kaset Tape)
  3. Buku Praktis Ilmu Tajwid (dilengkapi dengan Kaset Tape)
  4. Kitab I’rob
  5. Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 Kaidah Nahwu)
  6. Kalimatul Af’al (kosakata kata kerja dan contoh pengunaannya)
  7. Kalimatul Asma’ (kosakata benda dan contoh penggunaanya)
  8. Sekumpulan Amalan Salaf (Dalilul Muslim; Kompas Seorang Muslim)
  9. dan lain-lain